HAMLET
Judul asli : Hamlet, The Prince Of Denmark
Penulis : William Shakespeare
Edisi : Paperback
Penerbit : NARASI
Tanggal Terbit : Februari 2018
Bahasa : Indonesia
Penerjemah : Fatimah, Ifa Nabila dan Ratna Ofvilia
Jumlah Halaman : 216
Pangeran Hamlet dari Denmark merupakan putera Raja Hamlet yang baru meninggal, dan keponakan Raja Claudius, saudara lelaki dan penerus ayahnya. Claudius menikahi janda Raja Hamlet, Gertrude, ibu Hamlet, dan mengambil tahta untuk dirinya sendiri.
Pada malam yang dingin di benteng Elsinore, istana kerajaan Denmark, para penjaga Bernardo dan Marcellus mendiskusikan hantu yang menyerupai Raja Hamlet yang baru saja mereka lihat, dan membawa teman Pangeran Hamlet, Horatio, sebagai saksi. Setelah hantu itu muncul lagi, tiga sumpah untuk memberi tahu Pangeran Hamlet apa yang telah mereka saksikan.
"Roh ayahku menampakan diri! Pasti ada sesuatu yang tak beres. Pasti ada kejahatan yang terjadi. Aku berharap malam datang lebih cepat. Baiklah, tenang, tenang, tenang. Bau busuk akhirnya akan tercium.Bahkan ketika dikubur di dalam tanah yang sangat dalam sekalipun."
(babak I, adegan 2, hal.29)
Ketika hantu Raja Hamlet itu muncul kembali, dia mengatakan kepada pangeran Hamlet bahwa dia dibunuh oleh Claudius dan menuntut Hamlet untuk membalaskan dendamnya. Hamlet setuju dan hantu itu lenyap. Pangeran mengaku kepada Horatio dan para penjaga bahwa mulai sekarang dia akan bertindak seolah-olah dia sudah gila, dan memaksa mereka bersumpah untuk menjaga rencananya untuk balas dendam.
Namun, secara pribadi, Hamlet tetap tidak yakin dengan keandalan hantu itu. Justru Kemarahan dan keputusasaanyalah yang menuntunnya untuk bertindak bodoh. Ia sudah tidak memperdulikan apapun selain mebalaskan dendam.
Ophelia, anak Polonius yang merupakan penasihat utama raja, mengakui ketertarikanya pada Hamlet. Namun, Laertes sebagai saudara laki-laki Ophelia memperingatkan agar berhati-hati terhadap Hamlet. menurut Laertes segala yang dilakukan oleh Hamlet mungkin bukan untuk dirinya sendiri, ia tunduk sebagai seorang pangeran, pilihan untuk dirinya sangat bergantung kepada negeri ini. Mungkin sekarang Hamlet mencintainya, namun apa niatnya dibalik semua ini, Laertes menyarankan Ophelia agar tetap waspada.Tetapi Ophelia menjawab:
"Kakakku yang baik, Kau seperti pengkhotbah yang munafik. Menunjukan padaku jalan yang berkerikil untuk menuju surga, sementara ia sendiri sikapnya tak terkntrol dan sembrono, melakukan banyak dosa, dan tidak melakukan apa yang dikhotbahkanya."
(Ophelia, babak I, adegan 3 hal. 13)
(Ophelia, babak I, adegan 3 hal. 13)
Tingkah Hamlet yang sedang berpura-pura gila membuat semua orang berpikiran bahwa ia sedang terjebak dalam kebingungan. Hari-hari yang tenang kini jadi ribut karenaya. Claudius dan Gertrude membahas perilaku Hamlet dengan Rosencrantz dan Guildenstern, yang mengatakan bahwa mereka tidak dapat mempelajari penyebab kesedihannya.
Seperti Laertes, Polonius meminta Ophelia untuk mengembalikan surat cinta Hamlet dan tanda-tanda kasih sayang kepada sang pangeran. Karena menurut Ophelia, pemberian yang baik tersebut sudah tidak baik lagi baginya ketika si pemberi juga sudah tidak baik. Hamlet menyangkal telah memberinya apa pun; dia menyesali ketidakjujuran kecantikan, dan mengklaim bahwa ia pernah mencintainya dan ia tidak mencintainya. Dengan pahit mengomentari kemalangan umat manusia, ia mendesak Ophelia untuk memasuki biara. Dia mengkritik wanita karena membuat pria berperilaku seperti monster dan berkontribusi terhadap ketidakjujuran dunia. Ophelia berduka atas "pikiran mulia" yang kini telah jatuh ke dalam kegilaan yang nyata. Buah dari ketidakjujuran Ophelia terhadap Hamlet membuatnya sengsara. Reaksinya meyakinkan Claudius bahwa Hamlet tidak marah karena cinta.
Tak lama kemudian, pengadilan berkumpul untuk menyaksikan pementasan drama yang telah Hamlet rancang. Keseluruhan cerita pementasan drama tersebut merupakan sindiran kelakuan pamanya, Cladius terhadap apa yang dilakukanya terhadap ayahnya. Setelah melihat Raja Pemain dibunuh oleh saingannya dengan menuangkan racun ke telinganya, Claudius tiba-tiba bangkit dan berlari meninggalkan pementasan. Bagi Hamlet, itu merupakan bukti positif pamanya bersalah.
Ratu mengundang Hamlet untuk menemuinya. Hamlet menyemangati dirinya sendiri untuk berbicara dengan ibunya, memutuskan untuk bersikap jujur padanya tetapi tidak kehilangan kendali atas dirinya. Sementara itu Polonius berniat ingin mencuri dengar apa yang dikatakan Hamlet kepada ibunya dan menyangka Ratu akan meluruskan segala pemikiran Hamlet yang subjektif. Polonius pun bersembunyi dibalik tirai di kamar Ratu.
Di kamar tidur ratu, Hamlet membeberkan apa yang diketahuinya kepada Gertrude dengan pahit. Polonius, memata-matai percakapan dari balik tirai dan tidak sengaja membuat suara. Hamlet, percaya itu Claudius, menusuk liar, membunuh apa yang ada balik tirai tersebut, namun pada saat membuka tirai, ternyata apa yang dilakukan ia salah besar. Ia telah membunuh Polonius, ayah Ophelia.
Cladius yang takut terancam hidupnya, mengirim teman-teman Hamlet untuk menemani Hamlet ke Inggris, Cladius ingin segera menyingkirkan Hamlet, dengan surat yang disegel kepada raja Inggris yang meminta agar Hamlet segera dieksekusi.
Laertes tiba kembali dari Prancis, marah karena kematian ayahnya dan kegilaan adiknya. Claudius meyakinkan Laertes bahwa Hamlet bertanggung jawab sepenuhnya, tetapi sebuah surat segera menunjukkan bahwa Hamlet telah kembali ke Denmark. Rencana Claudius untuk mengeksekusi Hamlet pun gagal. Kemudian terdengar kabar kematian Ophelia. Karena kesedihan karena kematian Polonius, Ophelia mengembara ke Elsinore. Ia ditemukan tenggelam di sungai.
The Tragedy of Hamlet merupakan salah satu drama Shakespeare yang paling populer dan yang paling berpengaruh dalam kesusastraan dunia. Ditulis oleh Shakespeare antara tahun 1599 dan 1602 dan ber-setting di Denmark. Drama ini terdiri dari 5 babak. Tokoh yang terlibat dalam drama ini yaitu :
Claudius, Raja Denmark
Hamlet, putera dari Raja Denmark yang pertama, keponakan lakilaki dari raja yang baru
Horatio, teman Hamlet
Polonius, penasihat utama raja
Laertes, putra Polonius,
Ophelia, Puteri Polonius
Gertrude, Ratu Denmark, Ibu Hamlet
Ada salah satu soliloquy yang sangat populer atau semboyan Hamlet pada saat ia berbicara kepada dirinya sendiri, yaitu, "to be, or not to be, that is the question" apabila kita menerjemahkan secara textual tentunya akan mendapatkan kalimat yang ambigu. Bila kita membaca keseluruhan drama ini kita akan mengerti maksud kalimat tersebut. Pada Babak 3 adegan I, kalimat tersebut bisa diartikan "pertanyaanya adalah, lebih baik hidup atau mati?" ini meupakan dilema Hamlet dengan pikiranya sendiri, apakah ia harus hidup dengan dendam yang tidak berkesudahan ataukah mati untuk tidur, dengan tidur bisa mengakhiri sakit hati dan semuanya akan berakhir.
Hamlet merenungkan tentang penderitaan dalam hidup, perlakuan kejam dari para penindas, penghinaan dari orang-orang sombong kepedihan cinta yang tertolak, kekejaman orang dalam memerintah dan penghinaan orang baik yang diperlakukan buruk. Itu semua merupakan refleksi dari kehidupan yang sebenarnya. Karena sejatinya kita hidup hanyalah untuk mati.
Rating ruangbuku : Three Cheers For Sweet Revenge !! ✭✭✭ (3/5)
No comments:
Post a Comment