"Sejarah mengecewakan kita, tapi biarlah"
Kutipan tersebut merupakan kalimat awal bab pertama, sekaligus kata pembukaan buku ini yang mencerminkan keseluruhan cerita. Buku ini menceritakan tentang diaspora 4 generasi etnis Korea, yang lahir, besar dan tingggal di Jepang sebagai kaum minoritas.
"Orang-orang Jepang enggan menyewakan properti yang layak kepada kami. Kami membeli rumah ini delapan tahun yang lalu, kurasa hanya kami orang Korea yang memiliki rumah di deretan ini, tapi tidak boleh ada yang mengetahuinya.... Tidak baik mengaku sebagai pemilik. Tuan tanah di sini bajingan" (Baek Yoseb, hal. 118)
Motivasi Yoseb adalah tidak terlibat dengan partai atau pihak apapun yang melawan Jepang. Ia hidup untuk dirinya dan keluarganya agar bisa makan. Ia bukanlah pahlawan untuk Korea, tapi ia adalah pahlawan untuk keluarga.
"Mungkinkah bangsa Korea menyelamatkan diri sendiri? Sepertinya tidak. Jadi selamatkanlah diri sendiri-inilah yang diyakini orang Korea dalam hati. Selamatkan keluargamu. Isi perutmu. Perhatikan, dan selalu skeptis terhadap pihak berwenang. Seandainya nasionalis Korea tak mampu mendapatkan negara mereka kembali, biarkan anak-anakmu belajar bahasa Jepang dan meraih kesuksesan. Adpatasi. Bukankah sesederhana itu? Untuk setiap patriot yang berjuang membebaskan Korea, untuk setiap bajingan Korea yang tak beruntung yang berpihak pada Jepang, ada sepuluh ribu rekan senegaranya di sana dan tempat lain yang hanya berusaha agar bisa makan. Pada akhirnya, perutmulah kaisarmu." (Yoseb, hal. 204)
Sepanjang buku, karakter sering harus memilih antara bertahan hidup dan tradisi atau moralitas, sebagai contoh yang saya sebutkan di bawah ini, adalah ketika Sunja menjual jam saku pemberian Hansu ke rumah gadai untuk menolong Yoseb melunasi hutangnya ke rentenir, hal itu menurut Yoseb sangat memalukan dan menyebut Sunja bodoh karena pergi ke rumah gadai. Pada saat itu Korea memang sangat menjunjung patriarki, maka urusan-urusan yang seperti bekerja dan mencari uang itu adalah urusan laki-laki. Bahkan ketika Isak masuk penjara hanya karena ia dan rekanya sesama pastor (etnis Korea) menggumamkan Doa Bapa Kami padahal mereka seharusnya menyatakan kestiaan dan membungkuk kepada Kaisar karena egala perintah Kekaisaran Jepang adalah mutlak dan otoriter.
Kemudian mulailah kehidupan baru Sunja di Osaka yang tidak lebih baik, sebenarnya. Sunja melahirkan anak laki-laki Hansu, yang diberi nama Baek Noa, dan bertahun-tahun kemudian Ia melahirkan kembali anak laki-laki dari Isak, bernama Mozasu (Moses). Ceritapun mengalir begitu saja, berganti perspektif dari berbagai karakter, dari orang tua Sunja, anak-anak Sunja hingga cucunya Sunja, Solomon di tahun 1989. Empat generasi keluarga. Namun bayang-bayang diskriminasi dan rasismetidak putus sampai generasi keempat.
Alih Bahasa: Angelic Zai Zai
Tahun Terbit: 2020 (Pertama kali, 2017)
Tebal: 576 halaman
No comments:
Post a Comment