Wednesday, October 26, 2022

Review dan Ulasan Novel Down And Out in Paris and London karya George Orwell


"Daerah kumuh Paris memang tempat berkumpul orang-orang eksentrik- orang - orang yang jatuh ke jalur kehidupan yang ter-kucilkan, setengah gila dan tidak lagi mencoba menjadi manusia normal atau wajar. Kemiskinan membebaskan mereka dari tata cara kelakuan biasa, seperti kekayaan membebaskan orang untuk tidak bekerja." 

Buku ini mengajak kita menyelami kemiskinan di tempat yang paling kumuh di Kota Paris dan London.  Buku ini ber-genre realisme-satire atau  lebih tepatnya sosial eksperimen dan filosofi kehidupan melarat. Masih belum bisa dibuktikan kalau buku ini sebagai autobiografi George Orwell. Tapi beberapa events atau kejadian dari buku ini nyata pengalaman Orwell dan dikemas dalam bentuk fiksi. Novel ini menggunakan sudut pandang orang pertama, yaitu sudut pandang penulis itu sendiri, karena tokoh aku di sini tidak diketahui namanya, yang kemudian oleh pembaca disebut sebagai George Orwell.

Realita kehidupan miskin di kedua kota besar Paris dan London tidak berbeda jauh.  Hidup miskin tidak jauh dari kelaparan, kotor dan tidak punya tempat tinggal. Tidak ada lagi yang dipikirkan selain makan untuk hari ini dan tempat tidur untuk malam yang dingin. Tidak memikirkan esok pakai baju apa dan akan pergi kemana. Sebenarnya, saya sudah sering baca novel Emile Zola, kondisi kemelaratan di Paris pada abad 19 sampai abad 20 sudah tidak terlalu asing lagi. Kalau Zola lebih mendramatisir kemiskinan, Justru Orwell menyuguhkan kemiskinan dalam diselingi dengan humor, dan cara-cara menyelesaikan masalah orang miskin yang dibilang cerdik.

Monday, October 24, 2022

Review dan Ulasan Novel Mathilda - Mary Shelley



Warning !!

This novel contains: incest, in love with death and commit suicide, but, I proudly appreciate, 4 stars for Mary whose birthday in late August 30th.

Mathilda, kehilangan ibunya tak lama setelah kelahirannya, tumbuh di bawah perlindungan bibinya sampai usia 16 tahun. Sama seperti ibunya, dia adalah gadis yang cerdas, naif dan cantik. Ayahnya telah berkelana dan mengasingkan diri selama 16 tahun demi menghilangkan rasa sakit dan kesedihan kehilangan istrinya. Setlah kematian bibinya, Mathilda dan Ayahnya hidup bersama setelah 16 tahun tidak pernah berjumpa. Kecantikan Mathilda mulai terpancar setlah ia berusia 16 tahun, kecantikan seperti mendiang ibunya, Diana.

Ketika Mathilda mengetahui tentang cinta ayahnya untuknya merupakan hasrat yang lain bukan sebagai ayah dan anak, kehidupan Mathilda pun tidak akan sama seperti sebelumnya. Setelah kematian ayahnya, Mathilda mengasingkan diri dan hidup sebagai orang yang anti-sosial. Kemudian Mathilda dipertemukan dengan Woodville, ia prihatin akan keadaan Mathilda, dan berusaha untuk menolongnya. 

In the end .... Woodville bukanlah Kesatria dengan baju baja berkilauan, dan Mathilda tidak hidup bersama dengan Woodville sampai akhir hayatnya. Karena novel ini bukan Roman picisan tapi Gothic romance yang sudah kusangka tak akan berakhir bahagia. 

Gaya bercerita Mary sungguh sangaat baguuuus.. this is masterpiece. Walaupun plotnya simpel, tapi Mary tidak pernah kehabisan metafora dan rangkaian kata yang sangat puitis.

Di bawah ini merupakan kutipan-kutipan yang aku suka, sesaat sebelum Mathilda bertemu dengan kematian :

"Sejujurnya, aku jatuh cinta terhadap kematian; kesenangan seorang gadis yang memandangi gaun pengantinya masih kalah dibandingankan aku yang suka membayangkan tubuhku tubuhku telah diselimuti kain kafan: bukankah itulah gaun pernikahanku? Hanya dengan cara itu aku akan bertemu dengan ayahku di tempat batin rohani kami bisa bersatu abadi dan tidak akan terpisahkan selamanya"

"Kau berpaling dariku; tetapi, sebelum kau menolakku, bayangkanlah, Woodville, betapa indahnya andaikan kita bisa menyingkirkan beban air mata dan kesengsaraan yang kita derita saat ini; dan tentu saja kita akan menemukan cahaya setelah kita melewati lembah gelap. Minuman itu akan membawa kita terjun ke dalam tidur yang panjang yang indah, dan ketika bangun kita akan berbahagia karena kesedihan dan ketakutan kita telah usai." 

PS: Ada beberapa kesamaan dari dari novel ini dengan kisah hidup Mary Shelley sendiri. Ibu Mathilda dan Mary sama-sama meninggal pada saat melahirkan mereka, hingga kedekatan Mary dengan ayahnya pun menjadi sorotan bahwa novel ini merupakan semi-autobiografinya.

Rating Ruang Buku Megga  ✬✬✬✬ (4/5)

Judul : Mathilda
Penulis: Mary Shelley
Alih Bahasa: Imanina Resti Sujarwoto
Penerbit: Noktah
Tahun Terbit: 2020 (Pertama kali, 1959) 
Tebal: 229  halaman

Thursday, October 6, 2022

Review dan ulasan sastra klasik Northanger Abbey karya Jane Austen

Northanger Abbey merupakan novel pertama yang ditulis Austen pada tahun 1803, dan diterbitkan pada tahun 1817 setelah kematianya. Novel ini sekaligus novel terakhir yang aku baca dari keseluruhan novel Austen.

Catherine Morland, adalah gadis 17 tahun yang biasa-biasa saja, tidak pintar, tidak mempunyai keahlian khusus yang sungguh tidak cocok untuk menjadi peran utama wanita (heroine).

Catherine bersahabat dengan Isabella selama Bath, Isabella adalah kekasih kakak lelaki Catherine, yang merupakan teman yang suka mengatur dan membosankan. Isabella menjadi dekat dengan Catherine karena sudah dianggap seperti adik ipar. Di Pump-room, Cathrine bertemu dengan Henry Tilney yang menarik perhatianya. Tanpa diduga, Adik Isabella, John Thrope juga menyukai Catherine. Namun, pertemuan dengan Henry lah yang membuat Catherine penasaran, hingga ia berusaha mendekati adik Henry, Eleanor.

Suasana novel ini berubah jadi sedikit horor Setelah Catherine diundang untuk menjadi tamu di kediaman Tilney, sebuah rumah bergaya gothic, bekas biara yang bernama Northanger Abbey. Tapi, setelah itu saya dikejutkan, novel ini banting stir menjadi komedi.

Kesan horor dalam buku ini tidak lain hanyalah imajinasi Catherine Morland yang berlebihan karena sangat menyukai novel gothic romance. Selama ia menjadi tamu di Northanger Abbey, seakan-akan ia menjalani kisah gothic-romance-nya sendiri. 

Lucu sih, dengan kepolosan dan maaf banyak review yang berpendapat bahwa Catherine itu bodoh. Menurutku, Catherine seperti gadis kampung yang baru main ke kota, yang belum beradaptasi dengan kehidupan sosial kelas atas. Novel ini tidak akan selucu itu apabila Catherine tidak selugu itu. Justru menariknya, novel ini pelan-pelan membuka pandangan Catherine terhadap "dunia luar".
Khas novel Austen, pada akhir cerita ada plot twist yang membuat kita menebak-nebak siapakah yang akhirnya bersama dengan tokoh utama cerita ini, dan juga kisah akhir beberapa tokoh lainya. Ada beberapa percakapan dalam novel ini yang bisa dibilang berkualitas, banyak sekali kritik-kritik sosial mengenai novel-novel terdahulu seperti novel-novel gotik karya Ann Radcliff.

Ada beberapa kutipan yang aku ambil dari novel ini:

"Oh! Aku suka sekali dengan buku ini! Aku akan menghabiskan waktuku untuk membacanya. Percayalah, kalau tidak harus bertemu denganmu, aku tidak akan berhenti membacanya.” (Catherine)
"Kita ini orang Inggris, kita ini orang Kristen. Periksa kembali pemahamanmu sendiri, akal sehatmu akan apa yang mungkin, pengamatanmu terhadap apa yang terjadi di sekitarmu. Apakah pendidikan yang kita terima mempersiapkan kita untuk menghadapi kekejaman seperti ini? Apakah hukum kita mengabaikan hal semacam itu? Dapatkah hal-hal itu dilakukan tanpa diketahui, di negara seperti ini, di mana hubungan sosialnya memiliki pijakan yang kuat, di mana setiap warganya dikelilingi oleh suatu lingkungan yang penuh dengan mata-mata sukarela, dan di mana jalan-jalan dan surat kabar bersifat terbuka? Miss Morland yang baik, apa yang selama ini kau pikirkan?” (Henry Tilney )
Sungguh bacaan yang cukup menghibur, dan aku jadi ketagihan baca gothic romance classics. Novel Northanger Abbey merupakan novel yang menjelaskan tentang novel dan membuat aku ingin membaca novel Ann Radcliff.

Rating Ruang Buku Megga : ✭✭✭ (3/5)

Judul : Northanger Abbey
Penulis: Jane Austen
Alih Bahasa: Shinta Dewi
Penerbit: Noura Books (Mizan Group)
Tahun Terbit: 2015 (Pertama kali, 1803) 
Tebal: 354  halaman




Sunday, April 17, 2022

Review Novel Pachinko, karya Min Jin Lee


"Sejarah mengecewakan kita, tapi biarlah"

      
Kutipan tersebut merupakan kalimat awal bab pertama, sekaligus kata pembukaan buku ini yang mencerminkan keseluruhan cerita. Buku ini menceritakan tentang  diaspora 4 generasi etnis Korea, yang lahir, besar dan tingggal di Jepang sebagai kaum  minoritas. 

Generasi pertama di
mulai dengan Kim Hoonie menikahi Yang Jin, dan melahirkan anak bernama Sunja. Mereka mengelola pemondokan di sebuah desa nelayan di Yeongdo, Busan, Korea  pada awal abad ke 20, saat pemerintahan Jepang berkuasa menduduki Korea. Sunja anak satu-satunya mereka setelah Yangjin empat kali keguguran. Sunja sangat dekat dengan ayahnya, namun takdir berkata lain, Hoonie mati muda akibat radang paru-paru. 

Pada awal musim panas, Juni 1932 seorang pastor muda, Baek Isak tiba di pemondokan dan jatuh sakit, Sunja hamil di luar nikah dan jatuh cinta dengan makelar ikan baru bernama, Koh Hansu yang sudah memiliki istri dan tiga putri yang tinggal di Osaka, Jepang. Sebagai balas budi atas pertolongan Yangjin  bersedia merawat Isak semasa sakit dan demi harga diri gadis itu, Pastor Isak bersedia menolong Sunja dengan menikahinya dan membawanya ke Osaka untuk tinggal bersama kaka kandungnya, Baek Yoseb dan istrinya, Kyung Hee. 

Friday, March 18, 2022

Review The Scarlet Letter - Nathaniel Hawthrone

"Simbol itu bukanlah sekedar kain merah yang dicelupkan ke dalam bejana duniawi, tapi merupakan kain merah membara dengan api neraka, dan dapat terlihat menyala-nyala kemana pun Hester Prynne berjalan keluar rumahnya di malam hari"

    Di kota Boston yang masih banyak dihuni kaum Puritan di tahun 1642, seorang perempuan muda bernama Hester Prynne melahirkan seorang bayi bernama Pearl tanpa diketahui siapa ayahnya, sebab suami Hester dipercaya telah mati di laut sebelum ia hamil. Ia dihukum untuk memakai huruf 'A' berwarna merah tua di dadanya sepanjang sisa hidupnya. Huruf A tersebut mempunyai arti "adultery". Ditengah -tengah kerumunan saat Hester berdiri di panggung penghakiman, ia melihat suaminya di tengah kerumunan. Suaminya tersebut mengaku sebagai dokter yang bernama Roger Chillingworth, namun ia tidak mengakui bahwa ia adalah suami Hester. Dalam penjara Hester, suaminya membuat kesepakatan untuk merahasiakan kenyataan bahwa Chillingworth adalah Mr. Prynne, suaminya.
Ada seorang pendeta gereja yang sangat terkemuka di masayrakat New England, yaitu Arthur Dimmesdale. Sampai pada pertengahan buku ini, kita akan mendapatkan beberapa petunjuk bahwa Arthur Dimesdale lah ayah dari anak Hester. Kemudian Roger Chillingworth mencurigai Arthur Dimmesdale yang terlihat alim, maka ia tinggal bersama pastor itu untuk mencoba mendapatkan pengakuanya.

Most Viewed